Marak Pengeboran Ilegal, SKK Migas Upayakan Proses Legalitasnya
Pengeboran minyak ilegal tak kunjung tertangani. Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno menyebut dua tahun belakangan ini aktivitas ilegal justru semakin masif.
Regulator di sektor hulu migas tersebut telah membentuk tim khusus untuk menyelesaikan masalah itu. SKK Migas berencana melegalkan sumur-sumur ilegal. “Kami masih mencari payung hukumnya. Masih dikaji,” ujarnya dalam Jumpa Pers Kinerja Hulu Migas Kuartal III 2020, Jumat ((23/10).
SKK Migas telah berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan soal ini. Namun, penertiban izin pengeboran sumur minyak ilegal kemungkinan akan sulit. Penyebabnya, banyak pelaku yang beraktivitas di luar wilayah kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS.
Ia menyebut Jambi sebagai provinsi dengan pengeboran ilegal terbanyak. Praktiknya cukup merepotkan pemerintah. Tak hanya merugikan negara dari sisi pendapatan, tapi juga merusak lingkungan. “Ada sumur sumur ilegal di tanah rakyat. Ada juga yang hutan lindung. Masalah kita semua adalah isu lingkungannya,” kata Julis.
SKK Migas juga menyoroti maraknya illegal tapping alias pencurian minyak mentah dengan cara melubangi pipa. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, tindakan ilegal ini berpotensi membuat negara kehilangan minyak sebanyak 10 ribu barel per hari. “Sudah cukup (tindakan) material dan memang harus ditindak,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Aspermigas Moshe Rizal Husin berpendapat pengeboran minyak ilegal memang marak terjadi. Namun, produksinya sangat kecil. Apabila dimanfaatkan untuk kebutuhan produksi nasional, tak akan banyak membantu.
SKK Migas, menurut dia, perlu melakukan penertiban. Misalnya, dengan melakukan implementasi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2008. Dalam aturan itu Kementerian ESDM mendorong pengelolaan sumur minyak tua yang dibor sebelum 1970 diproduksi oleh koperasi unit desa (KUD) atau badan usaha milik daerah (BUMD).
Tujuan pengaturan itu adalah menghindari kecelakaan kerja dan kerusakan lingkungan. “Selain itu, menjadikan situasi lebih kondusif bagi KKKS yang beroperasi disekitarnya,” kata dia.
Kasus Pengeboran Minyak Ilegal di Aceh
Tahun lalu, Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) menutup sumur-sumur tua yang sudah tak berproduksi di Kecamatan Pareulak Timur, Aceh. Penyebabnya, terjadi ledakan yang diikuti semburan gas di sumur peninggalan Asmera Oil pada 30 Juli 2019. Semburan itu muncul akibat penambangan minyak ilegal.
Kepala Divisi Formalitas dan Hubungan Eksternal BPMA Radhi Darmansyah sempat mengatakan semburan gas sempat mencapai ketinggian 15-20 meter. Semburannya baru berhenti beberapa hari kemudian.
Merespon kejadian itu, pemerintah berencana melakukan langkah-langkah penertiban atas pengeboran ilegal di sumur-sumur tua. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Migas Djoko Siswanto mengatakan penambang minyak ilegal akan diwajibkan bekerja sama dengan para kontraktor eksisting.
Dengan cara itu, para penambang ilegal bisa mendapat pembekalan penggunaan alat dan produksi migas nasional bisa bertambah. “Dibuat koperasinya yang benar, usulkan ke pemerintah, dan bekerja sama dengan kontraktor eksisting atau Pertamina. Nanti kami keluarkan izinnya supaya legal,” ujarnya.
Untuk kasus illegal tapping, SKK Migas pada tahun lalu menemukan puluhan kasus pencurian miyak setiap tahunnya di Blok Rokan sejak 2012. Kasus terakhir yang ditemukan bahkan dilakukan oleh oknum yang profesional.
Berdasarkan informasi yang diperoleh SKK Migas, pelaku sampai membuat terowongan sedalam 100 meter untuk mencuri minyak. Pipanya ukuran 2,5 inci dan mengarah ke titik lifting.
sumber: katadata.co.id