Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, merupakan pusat ekonomi dan pemerintahan yang memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional.
Dikenal sebagai daerah penghasil gas alam terbesar di Indonesia, kota ini menjadi salah satu penopang utama industri energi di tanah air.
Dengan keberadaan Sungai Mahakam yang mengalir di tengah kota, Samarinda juga berkembang sebagai pusat perdagangan dan transportasi di Kalimantan Timur.
Asal-usul dan Perkembangan Kota Samarinda
Luas wilayah Kota Samarinda yakni 718 Km persegi dan dilewati Sungai Mahakam yang merupakan sungai terbesar kedua di Pulau Kalimantan.
Jumlah penduduk Samarinda pada 2020, menurut hasil Sensus Penduduk 2020, sebanyak 827.994 jiwa.
Sebelum dikenal sebagai Samarinda, wilayah ini termasuk dalam kekuasaan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Berdasarkan manuskrip Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis pada tahun 1849, pada abad ke-13 Masehi telah terdapat perkampungan di enam lokasi, yaitu Pulau Atas, Karang Asam, Karang Mumus, Loa Bakung, Sambutan, dan Mangkupalas.
Penyebutan enam kampung di atas tercantum dalam manuskrip surat Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M).
Seiring waktu, wilayah ini berkembang sebagai pusat pemukiman dan perdagangan.
Migrasi suku Banjar dari Batang Banyu pada tahun 1565 turut berperan dalam perkembangan Samarinda.
Suku Banjar yang berasal dari Amuntai, dipimpin oleh Aria Manau, mendirikan Kerajaan Sadurangas di daerah Paser. Mereka kemudian menyebar ke wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara, termasuk daerah yang kini menjadi Samarinda.
“Bermukimnya suku Banjar di daerah ini untuk pertama kalinya ialah pada waktu kerajaan Kutai Kartanegara tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Banjar,” terang tim peneliti Departemen Pendidikan dan Kebudapayaan RI, yang dikutip dari tribunnewswiki.com.
Hal tersebutlah yang melatarbelakangi terbentuknya bahasa Banjar sebagai bahasa dominan mayoritas masyarakat Samarinda di kemudian hari. Walaupun, telah ada beragam suku yang datang, seperti Jawa dan Bugis.
Pada 1730, rombongan Bugis Wajo yang dipimpin La Mohang Daeng Mangkona (bergelar Poa Ado yang pertama) datang ke Samarinda yang diterima baik Sultan Kutai.
Sesuai perjanjian, orang-orang Bugis harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama dalam menghadapi musuh.
Semua rombongan memilih tinggal di daerah sekitar Muara Karang Mumus (daerah Selili Seberang). Namun, daerah ini kondisi alamnya kurang baik.
Asal-usul Nama Samarinda
Nama “Samarinda” berasal dari beberapa versi.
Tradisi lisan menyebutkan bahwa nama ini berasal dari kata Samarendah dalam bahasa Banjar, yang menggambarkan permukaan tanah yang selalu rendah dan stabil, bukan permukaan air Sungai Mahakam yang naik-turun.
Seiring waktu, ejaan Samarendah berubah menjadi Samarinda.
Versi lain menyebutkan bahwa nama ini berasal dari bahasa Sanskerta, yakni Samarindo, yang berarti salam sejahtera.
Hari Jadi dan Perkembangan Administratif
Orang Bugis Wajo mulai bermukim di Samarinda pada Januari 1668. Tahun tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Samarinda, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1988, yang menetapkan 21 Januari 1688 sebagai tanggal resmi berdirinya kota ini.
Seiring perkembangan, Kota Samarinda mengalami pemekaran administratif hingga mencapai 59 kelurahan dalam 10 kecamatan berdasarkan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2014.
Samarinda sebagai Pusat Penghasil Gas Alam
Selain sejarahnya yang panjang, Samarinda juga dikenal sebagai salah satu daerah penghasil gas alam terbesar di Indonesia. Kalimantan Timur merupakan wilayah kaya sumber daya energi, dan Samarinda menjadi salah satu pusat eksplorasi dan distribusi gas alam.
Cadangan gas alam di daerah ini dimanfaatkan untuk kebutuhan industri domestik maupun ekspor ke berbagai negara. Infrastruktur energi di Samarinda terus berkembang, menjadikannya salah satu pusat ekonomi penting di Indonesia.
Sebagai ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda terus berkembang dengan pesat. Dengan sejarah yang kaya serta peran penting dalam sektor energi, kota ini memiliki potensi besar untuk terus berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
sumber: kompas.com
Leave a Reply